DPRD Kalimantan Tengah

Dewan Soroti Aktifitas Pelangsiran BBM

33
×

Dewan Soroti Aktifitas Pelangsiran BBM

Sebarkan artikel ini
Sutik

PALANGKA RAYA – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Sutik menyoroti, upaya penindakan yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pelaku pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) berulang kali atau yang dikenal sebagai pelangsir.

Meskipun mengakui bahwa langkah penindakan tersebut bertujuan baik untuk mengatasi masalah antrean panjang yang sering terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) belakangan ini, ia menyoroti bahwa kebutuhan nyata masyarakat membuat langkah tersebut menjadi dilematis.

“Penindakan memang bagus, cuma yang kadang sulit itu ketika dihadapkan dengan realita di lapangan, terutama kaitannya dengan kebutuhan masyarakat terhadap BBM ini,” ucapnya, Kamis (11/12/2025).

Menurutnya, praktik pelangsiran yang menjadi sasaran penindakan tidak selalu berupa aktivitas penimbunan BBM untuk keperluan komersial skala besar. Banyak di antaranya, kata dia, melakukan pengisian berulang kali untuk menjual kembali secara eceran ke warga di desa-desa pelosok yang tidak memiliki akses dekat ke SPBU atau SPBU mini.

“SPBU ini kan tidak merata sampai pelosok-pelosok, SPBU mini pun juga jarang. Sehingga ada yang melangsir untuk dijual kembali sekalipun harganya dinaikkan,” jelasnya.

Sutik menjelaskan, bahwa ketidakseimbangan penyaluran BBM ini membuat pelangsir menjadi jalur alternatif bagi warga yang sulit mencapai fasilitas pengisian resmi.

Pengalaman pribadinya juga memperkuat pandangan tersebut. Saat beberapa kali melakukan reses ke luar daerah atau mengunjungi daerah terpencil di Kalteng, ia menyaksikan betapa pentingnya penjualan BBM eceran oleh pelangsir bagi pengendara yang menempuh perjalanan jalanan jauh.

Banyak pengemudi motor atau mobil yang terjebak di tengah jalan karena kehabisan bensin, dan penjualan eceran dari pelangsir menjadi solusi darurat yang menyelamatkan.

“Mereka itu tidak cuma mencari keuntungan semata, tapi juga membantu warga yang benar-benar butuh. Saya pernah melihat pengemudi yang hampir mogok karena tidak ada SPBU di sekitar, dan kebetulan ada yang menjual bensin eceran, hal itu jadi harapan bagi mereka,” ujarnya.

Namun, ia juga tidak menyembunyikan bahwa pelangsiran, terutama untuk BBM bersubsidi, adalah pelanggaran aturan. Subsidi BBM dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan harga terjangkau, dan penjualan ulang tanpa izin dapat merusak sistem penyaluran serta menyebabkan kekurangan di SPBU resmi, yang justru menjadi akar masalah antrean panjang.

Oleh karena itu, Sutik menekankan bahwa pemerintah dan lembaga penegak hukum harus mencermati masalah ini dengan lebih mendalam. Jangan hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga mencari solusi yang komprehensif dengan memperbaiki pemerataan penyaluran BBM ke seluruh daerah, terutama pelosok.

“Kita tidak bisa hanya mengejar pelangsir tanpa melihat akar masalahnya. Jika SPBU atau SPBU mini sudah merata sampai ke mana-mana, tentu kebutuhan akan penjualan eceran dari pelangsir akan berkurang. Aksi pelangsir memang salah, tapi perlu juga dilihat bagaimana pemerataan penyaluran di seluruh daerah,” tegasnya.

Sutik berharap, agar masalah antrean panjang dan ketidaksesoran BBM di Kalteng segera teratasi oleh pemerintah.

“Tentu kita harapkan ada solusi yang baik dari pemerintah, terkait yang katanya BBM sulit karena antrean panjang, mudah-mudahan segera teratasi,” pungkasnya. (rdi/rdo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *