Hukum KriminalUtama

Jaya Monong Diperiksa Sebagai Mantan Direktur PT SMJL

250
×

Jaya Monong Diperiksa Sebagai Mantan Direktur PT SMJL

Sebarkan artikel ini
Jaya Monong

PALANGKA RAYA – Penyelidikan dugaan korupsi fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memasuki fase penting. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Gunung Mas Jaya Samaya Monong (JSM) sebagai saksi terkait klaster debitur perusahaan asal Kalimantan Tengah itu. Pemeriksaan berlangsung di Mapolda Kalteng, Selasa (25/11/2025).

Jaya S Monong dipanggil KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), perusahaan yang turut dikaitkan dalam pemberian fasilitas kredit LPEI.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut, keterangan bupati Gumas dua periode itu dibutuhkan untuk mendalami proses pengajuan dan relasi korporasi yang terhubung dengan kasus tersebut.

Selain JSM, KPK juga memeriksa tiga pejabat daerah. Yakni Kabid PTSP Kapuas Harry Soetrisno, Kadis Kehutanan Kalteng Agustan Saining dan Kepala Bapperida Kalteng Leonard Ampung yang juga merupakan Pj Sekda Kalteng. Ketiganya dinilai memiliki peran administratif maupun teknis dalam dokumen yang masuk dalam penyidikan.

Kasus kredit bermasalah LPEI telah menyeret sejumlah pejabat dan pengusaha. Sebelumnya, pada 3 Maret 2025, KPK telah menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Yakni masing-masing dua orang dari LPEI dan tiga orang dari debitur PT Petro Energy.

Dua orang tersangka dari LPEI adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.

Tiga tersangka dari debitur PT Petro Energy yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

KPK pada 28 Agustus 2025 menetapkan Hendarto sebagai tersangka untuk klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera pada grup PT Bara Jaya Utama.

Secara keseluruhan, terdapat 15 debitur yang menerima fasilitas kredit dan diduga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 11 triliun. Pemeriksaan para pejabat di Kalteng memperlihatkan penyidikan telah menyentuh simpul penting dalam jaringan debitur. Yang kini terus ditelusuri untuk mengungkap aliran kredit dan potensi penyalahgunaan kewenangan. (ter/ens)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *