25 November 2025, Guru Indonesia tepat merayakan HUT ke-80 PGRI sekaligus Hari Guru Nasional (HGN) 2025. Menjadi waktu yang tepat untuk menegaskan kembali betapa pentingnya keberpihakan negara kepada sektor pendidikan dan guru.
Meski telah banyak kemajuan, kenyataan menunjukkan bahwa perlindungan, kesejahteraan, dan keamanan kerja guru masih jauh dari ideal. Belum lagi sang pahlawan tanpa tanda jasa ini acap kali menjadi pihak yang berhadapan dengan hukum ketika menjalankan tugas keprofesiannya. Semisal kasus Rasnal danAbdul Muis yang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang di-PTDH, meskipun berakhir indah melalui rehabilitasi oleh Presiden Prabowo melalui pelbagai upaya baik hukum dan non hukum.25 November 2025, Guru Indonesia tepat merayakan HUT ke-80 PGRI sekaligus Hari Guru Nasional (HGN) 2025. Menjadi waktu yang tepat untuk menegaskan kembali betapa pentingnya keberpihakan negara kepada sektor pendidikan dan guru.
Meski telah banyak kemajuan, kenyataan menunjukkan bahwa perlindungan, kesejahteraan, dan keamanan kerja guru masih jauh dari ideal. Belum lagi sang pahlawan tanpa tanda jasa ini acap kali menjadi pihak yang berhadapan dengan hukum ketika menjalankan tugas keprofesiannya. Semisal kasus Rasnal danAbdul Muis yang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang di-PTDH, meskipun berakhir indah melalui rehabilitasi oleh Presiden Prabowo melalui pelbagai upaya baik hukum dan non hukum.
Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI Wijaya mengatakan, berdasar data Kemendikbudristek untuk tahun ajaran 2024/2025, jumlah guru aktif mencapai sekitar 4,21 juta orang. Angka ini naik dari sekitar 4,08 juta pada periode sebelumnya. Tapi tantangan distribusi guru tetap besar.
”Sekitar 1,84 juta guru mengajar di jenjang SD hampir 44 persen dari total guru nasional. Sementara itu, kekurangan guru tetap menjadi persoalan serius. Penyelesaiannya perlu melalui sentralisasi tata kelola guru untuk penyelesaian pelbagai ketimpangan, di antaranya terkait rekruitmen, pemerataan dan efektivitas distribusi guru,” papar Wijaya.
Berdasar data Dapodik, lanjut dia, disebutkan bahwa pada 2024 terdapat kekurangan 374.000 guru di berbagai satuan pendidikan negeri. Sementara di sisi lain, terdapat 62.764 guru ASN dan 166.618 guru non ASN yang berlebih pada bidang tertentu.
”Jadi hal ini bukan persoalan kekurangan guru an-sich, akan tetapi soal pemetaan, pemerataan, dan linearitas kualifikasi akademis dan kualifikasi sertifikat pendidik. Sehingga terjadi penumpukan di jenjang dan mata pelajaran tertentu. Persoalan ini diperparah dengan tidakjelasan proses rekrutmen tenaga guru honorer sebelum moratorium,” ungkap guru SMP itu.












