Isen MulangKalimantan Tengah

Kalteng tak Sendiri Hadapi Tekanan Fiskal

106
×

Kalteng tak Sendiri Hadapi Tekanan Fiskal

Sebarkan artikel ini
Kalteng
Plt Sekda Kalteng, Leonard S Ampung menyampaikan sambutan, Kamis (9/10/2025). Foto: IST

PALANGKA RAYA – Penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat (Pempus) bukan hanya menimpa Kalimantan Tengah (Kalteng), tetapi menjadi fenomena nasional yang tengah dihadapi hampir seluruh pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia. Kondisi ini, merupakan dampak dari kebijakan fiskal nasional yang tengah melakukan penyesuaian dalam struktur belanja negara.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng mencatat adanya pemangkasan TKD hampir 50 persen, dari semula Rp 4 triliun menjadi hanya Rp 2 triliun.

Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kalteng, Leonard S. Ampung mengungkapkan, bahwa penurunan ini menjadi tantangan besar yang juga disampaikan oleh kepala daerah lain dalam berbagai forum bersama Kementerian Keuangan.

Penyesuaian ini merupakan bagian dari implementasi kebijakan fiskal nasional yang lebih ketat dan selektif dalam alokasi belanja negara. Pemerintah pusat tengah memfokuskan anggaran untuk belanja prioritas nasional, penguatan sektor strategis serta pengelolaan utang dan defisit.

Dampaknya, transfer ke daerah, yang selama ini menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan dan layanan publik di tingkat lokal, mengalami penurunan signifikan.

“Kita paham bahwa pusat sedang melakukan penataan. Tapi tentu ini jadi pukulan bagi daerah yang masih sangat tergantung pada TKD,” kata Leonard.

Di sisi lain, daerah juga menghadapi pembatasan kewenangan fiskal melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

UU ini, mengatur secara ketat jenis pajak dan retribusi yang boleh dipungut daerah. Tujuannya harmonisasi dan efisiensi fiskal secara nasional.

Namun dalam praktiknya, banyak daerah merasa ruang geraknya semakin terbatas.

“Kita ini diatur sangat ketat. PAD bisa ditingkatkan, tapi tidak boleh sembarangan. Harus sesuai koridor UU HKPD. Jadi harus cerdas dan kreatif, tapi tetap taat aturan,” jelas Leonard.

Menghadapi tantangan nasional ini, Leonard menyarankan adanya peningkatan koordinasi antardaerah untuk berbagi strategi dan solusi.

Menurutnya, Pemprov dan kabupaten atau kota harus saling bersinergi dalam memperluas basis pajak, memperbaiki tata kelola dan memperkuat peran sektor swasta.

“Kita butuh pendekatan bersama. Ini momentum untuk memperbaiki cara kita mengelola fiskal di daerah,” tegasnya.

Meski memahami urgensi kebijakan nasional, Leonard berharap pemerintah pusat tetap memberi ruang bagi daerah untuk berinovasi dan mendapatkan insentif fiskal yang adil.

Ia juga mendorong, adanya evaluasi berkala terhadap pelaksanaan UU HKPD agar kebijakan tidak menjadi beban tambahan bagi daerah yang sedang berkembang.

“Keadilan fiskal itu penting. Jangan sampai daerah penghasil justru tidak bisa menikmati hasilnya secara maksimal,” pungkasnya. (ifa/abe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *