PALANGKA RAYA – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Leonard S. Ampung menyampaikan kritik terhadap kebijakan fiskal nasional yang dinilai semakin melemahkan kapasitas keuangan daerah.
Dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi lingkup Provinsi Kalteng, Leonard menyebut, bahwa pengurangan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dengan dalih efisiensi justru telah membebani daerah dan memicu krisis fiskal yang berkepanjangan.
“Yang kami lihat bukan efisiensi, tapi pergeseran anggaran ke pusat. Banyak kementerian/lembaga baru, dengan anggaran besar, tapi daerah justru makin ditekan,” tegas Leonard di hadapan peserta rapat yang diikuti oleh jajaran pemerintah daerah, instansi vertikal serta perwakilan dunia usaha, Selasa (14/10/2025).
Leonard memaparkan bahwa target pertumbuhan ekonomi yakni 5,60 persen pada 2025 dan 6,03 persen di tahun 2026, hingga mencapai 7,3 persen pada 2029. Namun di sisi lain, kemampuan fiskal daerah justru mengalami tekanan akibat penurunan TKD, sementara beban pelaksanaan program-program pusat terus bertambah.
Menurutnya, berbagai arahan dan mandat dari pemerintah pusat kepada daerah, termasuk mandatory spending, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta pencapaian indikator utama pembangunan, tidak disertai dengan dukungan pendanaan yang memadai.
“Kami menerima surat edaran, instruksi, bahkan arahan dari berbagai kementerian yang sejatinya adalah tugas pembantuan. Tapi anggarannya tidak disertakan. Sumber dayanya diambil dari fiskal daerah,” tambahnya.
Leonard menilai hal tersebut sebagai praktik yang tidak adil dan berpotensi merusak semangat desentralisasi yang selama ini menjadi dasar hubungan pusat-daerah.
Mengutip Pasal 13 ayat (2) huruf d UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Leonard mempertanyakan apakah benar pelaksanaan urusan pemerintahan oleh pusat memang lebih efisien dibanding dilakukan oleh daerah.
“Pertanyaannya, benarkah ketika pusat menyelenggarakan sendiri urusan konkuren akan lebih efisien? Kenapa justru efisiensi hanya dibebankan kepada daerah?,” katanya.
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketimpangan kapasitas fiskal antarwilayah, terutama daerah yang memiliki potensi ekonomi besar namun memiliki jumlah penduduk dan basis pajak terbatas.
Leonard bahkan menyindir peristiwa di Sumatera Utara, di mana Gubernur setempat turun langsung ke jalan untuk memantau kendaraan berpelat Aceh yang tidak memberikan kontribusi pajak ke daerah tempat mereka beroperasi.
Sekda menegaskan bahwa TKD seharusnya menjadi mekanisme untuk mengurangi kesenjangan fiskal antarwilayah, bukan sekadar penghargaan atas kinerja. Bagi daerah penghasil dan pengolah sumber daya alam seperti Kalteng, Dana Bagi Hasil (DBH) juga merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang, bukan sesuatu yang bisa dikurangi sepihak.
Leonard menekankan, pentingnya forum koordinasi semacam ini untuk bersama-sama mencari solusi.
“Saya ajak seluruh peserta untuk secara terbuka membahas strategi jangka pendek dan jangka panjang guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah di tengah keterbatasan fiskal yang ada,” imbuhnya. (ifa/abe)












