Feature

Naik Podium Tiga O2SN di Bogor, Harumkan Nama Kalteng

133
×

Naik Podium Tiga O2SN di Bogor, Harumkan Nama Kalteng

Sebarkan artikel ini
PENGHARGAAN : Nanad Yustantinova (kana) saat berdiri di podium tiga penghargaan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Disabilitas Tingkat Nasional 2025 di Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.FOTO HUMAS DISDIK UNTUK RADAR KALTENG

Nanad Yustantinova, Siswa Disabilitas Mengukir Prestasi Lewat Bocce

Tepuk tangan mengiringi langkah seorang siswi dari Kalimantan Tengah, Nanad Yustantinova, saat berdiri di podium penghargaan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Disabilitas Tingkat Nasional 2025 di Bogor, Jawa Barat.

SITI NUR MARIFA, Palangka Raya

GADIS mungil yang kini duduk di kelas VI Sekolah Khusus Negeri (SKH) 1 Pulang Pisau itu berhasil membawa pulang medali perunggu cabang olahraga bocce.

Sekadar diketahui bocce atau boccia adalah olahraga ketepatan yang bertujuan melempar atau menggelindingkan bola kulit lembut ke arah bola target (jack) untuk mendapatkan poin, mirip dengan boules atau pétanque. Olahraga ini dimainkan oleh atlet dengan disabilitas fisik yang memengaruhi keterampilan motorik, seperti cerebral palsy. Pemain duduk di kursi roda dan melempar bola dengan tangan, kaki, atau alat bantu. 

Dari tangan Nanad Yustantinova, olahraga bocce seakan mendapat panggung baru. Dia menunjukkan bahwa ketekunan, kesabaran, dan fokus bisa menjadi kunci kemenangan, meski di tengah persaingan sengit dengan peserta dari provinsi lain.

Bocce berasal dari Italia dan telah lama menjadi olahraga populer di Eropa. Permainan ini mirip dengan permainan tradisional kelereng atau “bola bekel”, tetapi menggunakan bola khusus berukuran lebih besar. Intinya sederhana, para pemain harus melempar bola sedekat mungkin ke bola sasaran kecil yang disebut pallina.

Meski tampak sederhana, bocce sesungguhnya membutuhkan keterampilan, strategi dan perhitungan yang matang. Pemain harus bisa mengendalikan arah, kekuatan, dan teknik lemparan. Setiap gerakan harus diperhitungkan dengan cermat, karena sedikit saja meleset bisa membuat bola lawan lebih dekat ke pallina.

Bagi anak-anak dengan disabilitas, bocce bukan hanya sekadar olahraga, tapi juga media terapi dan pengembangan diri. Permainan ini melatih koordinasi motorik, kesabaran, serta kemampuan mengambil keputusan. Tak heran, cabang olahraga ini menjadi salah satu yang dipertandingkan di ajang O2SN Disabilitas.

Nanad Yustantinova tidak pernah membayangkan akan berdiri di panggung nasional. Awalnya, dia hanya mengikuti latihan rutin di sekolah dengan penuh semangat. Didampingi guru-guru yang sabar, Nanad belajar memahami teknik dasar bocce. Dari cara menggenggam bola, mengukur kekuatan lemparan, hingga strategi menghalangi bola lawan.

Ketika O2SN Disabilitas tingkat nasional digelar di Bogor, Jawa Barat, Nanad tampil penuh percaya diri. Dengan kemeja olahraga sederhana, dia melangkah ke arena bocce bersama peserta lain dari seluruh Indonesia. Suasana tegang terasa, namun Nanad memilih untuk tetap fokus. Lempar demi lempar dia lakukan dengan tenang, hingga akhirnya memastikan diri meraih juara 3 nasional.

Kepala SKH Negeri 1 Pulang Pisau Masciani tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Baginya, kemenangan Nanad adalah simbol bahwa siswa disabilitas memiliki ruang yang sama untuk berprestasi.

“Saya sangat bangga dan bersyukur melihat prestasi siswa kami, Nanad Yustantinova. Ia bukan hanya mengharumkan nama sekolah, tapi juga membawa nama baik Kalimantan Tengah,” ujarnya, Senin (25/8/2025).

Masciani berharap pencapaian Nanad menjadi cambuk semangat bagi siswa-siswi lainnya. “Keterbatasan bukanlah penghalang. Justru dengan semangat, kerja keras, dan dedikasi, anak-anak bisa mengembangkan talenta mereka,” tambahnya.

Prestasi Nanad Yustantinova bukan sekadar angka atau medali perunggu. Dia telah menorehkan cerita tentang keberanian seorang anak dari daerah yang berani menembus batas. Di tangannya, bocce bukan hanya olahraga, melainkan simbol perjuangan dan pengingat bahwa kesempatan selalu ada bagi mereka yang mau berusaha.

Kini, masyarakat Pulang Pisau khususnya dan Kalimantan Tengah secara umum punya alasan baru untuk bangga. Dari sebuah sekolah khusus di tepian sungai, lahirlah seorang atlet cilik yang mampu menorehkan sejarah.

Dan mungkin, kisah Nanad ini baru permulaan. Ke depan, bukan mustahil akan lahir lebih banyak bintang olahraga dari siswa-siswi disabilitas di Kalteng. Mereka yang berani bermimpi, berusaha, dan membuktikan bahwa prestasi tak pernah mengenal batasan. (ifa/ens)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *