PALANGKA RAYA – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Agustiar Sabran menegaskan, pentingnya penanganan sampah agar tidak mencemari lingkungan. Lebih dari itu, sampah harus dikelola menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi, bahkan berpotensi menjadi sumber baru Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hal tersebut disampaikan, Agustiar saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pemerintah Daerah se-Kalteng yang dihadiri para bupati dan wali kota di Aula Jayang Tingang, Jumat (22/8/2025). Selain membahas optimalisasi PAD, isu strategis terkait pengelolaan sampah juga menjadi perhatian utama.
Rakor turut dihadiri Inspektur Utama Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BLH), Irjen Pol Winarto, yang hadir memberikan arahan langsung.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Kalteng, Leonard S. Ampung, dalam laporannya menyampaikan target nasional pengurangan timbunan sampah pada 2045 mencapai 90 persen. Namun, baseline di Kalteng saat ini baru 5 persen.
“Ini pekerjaan berat dan membutuhkan kerja keras bersama. Proporsi sampah rumah tangga juga masih rendah, baru 22 persen di tahun 2025. Sedangkan target 2045 adalah 100 persen,” ungkap Leonard.
Ia juga menyoroti masih adanya praktik open dumping di sejumlah kabupaten/kota.
Menanggapi hal itu, Irjen Pol Winarto menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan isu global yang masih menjadi pekerjaan rumah banyak negara.
“Sebanyak 38 persen sampah dunia belum terkelola dengan baik, berdampak pada perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, hingga pencemaran lingkungan,” jelasnya.
Di Kalteng sendiri, timbunan sampah harian mencapai 1.259 ton per hari. Komposisi terbesar berasal dari sisa makanan (35,57 persen), plastik (24,53 persen), kayu dan ranting (11,13 persen), serta sisanya berupa karet, kulit, logam, dan kaca. Sumber utama berasal dari rumah tangga.
“Strategi penyelesaian sampah harus dilakukan dari hulu ke hilir dengan melibatkan seluruh stakeholder. Perlu penguatan TPS, penerapan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle), serta pemberdayaan masyarakat melalui bank sampah,” tegas Winarto.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyosialisasikan program Adipura. Penilaian meliputi anggaran dan kebijakan (20 persen), SDM dan fasilitas (30 persen), serta sistem pengelolaan sampah dan kebersihan (50 persen).
Adapun klasifikasi penilaian yakni, Adipura Kencana (nilai >85), Adipura (75–85), Sertifikat Adipura (60–74), dan Predikat Kota Kotor (nilai <60).
“Mari kita berkolaborasi agar kabupaten/kota di Kalteng tidak masuk kategori kota terkotor, melainkan mampu berprestasi dalam pengelolaan lingkungan,” pungkas Winarto. (ifa/)