Feature

Manasai di Tengah Kota, Panggung Masa Depan Generasi PAUD

138
×

Manasai di Tengah Kota, Panggung Masa Depan Generasi PAUD

Sebarkan artikel ini
TARI MANASAI: Ribuan anak PAUD menari Manasai di Bundaran Besar Kota Palangka Raya, Minggu (24/8/2025). FOTO: IFA/PE

Ketika Bundaran Besar Dipenuhi Langkah Kecil Penjaga Budaya

Minggu pagi itu, Bundaran Besar Palangka Raya tampak berbeda. Ikon kota yang biasanya dipadati kendaraan berubah menjadi lautan warna-warni kostum anak-anak. Sekitar seribu anak dari berbagai TK dan RA (Raudhatul Athfal) berkumpul, melingkar, dan menari bersama dalam gerakan penuh keceriaan.

SITI NUR MARIFA, Palangka Raya

ALUNAN musik tradisional Dayak mengiringi langkah-langkah kecil mereka. Ada yang luwes mengikuti irama, ada pula yang masih kikuk menahan tawa. Namun semua terlihat bahagia, menikmati momen berharga di bawah teduhnya monumen Talawang Bundaran Besar.

“Tujuan menari Manasai ini adalah untuk mengangkat budaya lokal sekaligus memperkenalkannya kepada anak-anak sejak dini,” ujar Ketua PD Kota Palangka Raya, Sunarni, dengan wajah sumringah, Minggu (24/8/2025).

Menurutnya, kegiatan tersebut sarat pendidikan karakter. Tarian Manasai mengajarkan tentang menghormati budaya lokal, kebersamaan, serta bergerak serentak dalam harmoni.

Awalnya, setiap TK hanya diminta mengirimkan sepuluh anak. Namun kenyataannya jauh melampaui target. Antusiasme orang tua dan sekolah membuat jumlah peserta membludak. Bahkan ada sekolah yang mengirimkan lebih banyak anak dari kuota yang ditetapkan.

Tak hanya dari Kota Palangka Raya, peserta juga datang dari kabupaten tetangga seperti Kotawaringin Timur dan Gunung Mas. Kehadiran mereka menambah semarak acara yang tahun ini sengaja dipusatkan di Bundaran Besar.

“Anak-anak perlu diperkenalkan pada ikon kotanya sendiri. Bundaran Talawang adalah kebanggaan masyarakat Palangka Raya. Kami ingin mereka tahu, ruang publik ini bisa digunakan untuk kegiatan positif,” jelas Sunarni.

Kehadiran Bunda PAUD Provinsi dan Kota Palangka Raya menambah semangat para peserta. Acara ini pun seolah menjadi simbol bersatunya pendidikan anak usia dini dengan pelestarian budaya.

Dalam balutan busana tradisional Dayak berpadu kostum ceria, anak-anak menari Manasai dengan penuh semangat. Warna merah, kuning, dan hijau mendominasi, melambangkan filosofi budaya Dayak yang kaya akan makna.

“Anak-anak belajar bahwa setiap warna punya arti, sama seperti hidup yang penuh keberagaman,” imbuh Sunarni.

Di balik keramaian, tersimpan pesan mendalam. Pendidikan anak usia dini bukan hanya soal membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat pada tradisi.

Saat ini, di Kota Palangka Raya terdapat sekitar 35 layanan Kelompok Bermain (usia 2–4 tahun) dan 75 layanan Taman Kanak-Kanak (usia 4–6 tahun). Ribuan anak yang hadir di Bundaran Besar menjadi bukti nyata besarnya peran PAUD dalam membangun karakter generasi penerus.

“Melalui kegiatan ini, anak-anak belajar kebersamaan, disiplin, dan rasa bangga terhadap budaya daerahnya,” kata Sunarni menegaskan.

Salah satu sekolah yang berpartisipasi adalah TK Permata Hati II. Kepala Sekolah, Norkani, mengaku bangga anak didiknya ikut serta.

“Biasanya acara seperti ini memang rutin, tapi tahun ini pertama kalinya digelar di Bundaran Besar. Sebelumnya di Rumah Jabatan Wali Kota,” tuturnya.

TK Permata Hati II mengirimkan 12 anak. Mereka sudah berlatih rutin agar terbiasa dengan gerakan dan tampil percaya diri. “Kami ingin anak-anak tidak canggung ketika tampil di keramaian,” tambahnya.

Sebelum puncak acara, anak-anak juga mengikuti senam sehat ceria dengan tujuh kebiasaan baik. Semua dilakukan dengan riang, tanpa beban.

“Harapan kami, kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut. Kalau bisa pemerintah mendukung penuh, bahkan digratiskan, supaya semua anak bisa merasakan,” ucap Norkani.

Ketika matahari beranjak tinggi, tarian Manasai massal mencapai puncaknya. Lingkaran besar anak-anak memenuhi Bundaran Besar, menghadirkan simbol kebersamaan. Tawa mereka berpadu dengan alunan musik Dayak, menciptakan suasana penuh kegembiraan.

Di tengah derasnya arus modernisasi, langkah-langkah kecil itu menjadi pengingat indah bahwa budaya hanya akan terus hidup jika diwariskan sejak dini.

Hari itu, Bundaran Besar Palangka Raya bukan sekadar ruang publik. Ia menjelma menjadi panggung masa depan, tempat anak-anak belajar mencintai tanah kelahiran, berakar pada tradisi, namun tetap siap menatap dunia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *