Menjaga kadar kolesterol jahat (LDL-C) tetap rendah menjadi langkah krusial untuk mencegah penyakit kardiovaskular yang merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Pasalnya, penumpukan LDL-C di dinding pembuluh darah dapat memicu peradangan dan penyempitan arteri yang berujung pada risiko stroke, penyakit jantung iskemik, hingga penyakit jantung akibat tekanan darah tinggi.
Data menunjukkan urgensinya sangat nyata. Kementerian Kesehatan (2025) mencatat sekitar 800.000 kematian setiap tahun di Indonesia disebabkan penyakit kardiovaskular. Laporan WHO (2021) juga menempatkan stroke, penyakit jantung iskemik, dan penyakit jantung hipertensi dalam daftar sepuluh penyebab kematian terbesar.
Dengan populasi mencapai 286 juta jiwa, pengendalian faktor risiko seperti dislipidemia harus dilakukan sedini dan seoptimal mungkin.
Terkait itu, Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD, KKV, Spesialis Kardiovaskular RS Medistra menyoroti bahwa banyak pasien dislipidemia belum mencapai target LDL-C <70 mg/dL, dan pada kelompok risiko sangat tinggi, hanya kurang dari 10% yang mencapai target 55 mg/dL.
Menurutnya, kegagalan terapi banyak dipicu dosis statin yang kurang memadai, efek samping otot pada statin intensitas tinggi, serta penghentian obat oleh pasien.
“Kepatuhan jangka panjang adalah fondasi strategi ‘The Lower, The Better’,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (9/12).
Dr. Birry menjelaskan bahwa terapi dislipidemia umumnya dimulai dengan monoterapi statin seperti atorvastatin atau rosuvastatin. Jika penurunan LDL-C belum optimal, terapi dapat ditingkatkan dengan kombinasi ezetimibe.
SUMBER : JAWA.POS












