Feature

Inovasi Siswa SMA Mengubah Tanaman Biasa Jadi Produk Solutif

31
×

Inovasi Siswa SMA Mengubah Tanaman Biasa Jadi Produk Solutif

Sebarkan artikel ini
PRESTASI: Tiga tim riset dari SMAN 2 dan SMAN 3 Palangka Raya berhasil meraih medali emas pada ISIF 2025 di Denpasar, Bali, Rabu (19/11/2025). FOTO HUMAS DISDIK UNTUK RADAR KALTENG

Hoya, Bajakah dan Koetjape Solusi Sehat Berbasis Sains

Di tangan sebagian orang, daun hoya hanyalah tanaman hias yang merambat di pekarangan. Begitu juga dengan bajakah hatue, mungkin sekadar akar tradisional yang menyimpan cerita penyembuhan dari hutan pedalaman. Sementara kulit batang sandoricum koetjape kerap dianggap limbah alami tanpa nilai manfaat yang jelas. Namun di tangan para siswa sekolah menangah atas (SMA) asal Kota Palangka Raya, tiga tanaman lokal Kalimantan itu menjelma menjadi inovasi ilmiah yang memikat panggung internasional.

SITI NUR MARIFA, Palangka Raya

DALAM ajang International Science and Invention Fair (ISIF) 2025 di Denpasar, Bali, tiga tim dari SMAN 2 dan SMAN 3 Palangka Raya sukses meraih tiga medali emas melalui riset-riset yang mengolah tanaman lokal menjadi solusi kesehatan berbasis sains. Prestasi ini menjadi bukti bahwa inovasi dapat tumbuh dari tanah sendiri asal ada kemauan, rasa ingin tahu, dan keberanian untuk mencoba.

Tim pertama dari SMAN 2 Palangka Raya : Sintong, Raeni, Brigita, Kezia, dan Nazliafiva, memulai riset dari sesuatu yang dekat dengan keseharian. Yaitu kerontokan rambut. Ketika mengetahui bahwa daun hoya (hoya parasitica) mengandung senyawa potensial yang dapat memperkuat rambut, mereka tergerak untuk meneliti lebih jauh.

Hasilnya adalah Hoya-Herbal Hair Tonic, sebuah tonik rambut yang diformulasikan dari ekstrak hoya. Penelitian mereka tidak hanya memberikan alternatif herbal yang terjangkau, tapi juga mengenalkan potensi tanaman lokal yang jarang dilirik industri kecantikan.

“Kami ingin membuat produk yang benar-benar bisa membantu masyarakat. Berasal dari bahan yang mudah ditemui, dan membawa ciri khas Kalimantan,” kata salah satu anggota tim dengan penuh kebanggaan, Rabu (19/11/2025).

Tim kedua yang digawangi Crisnatha, Jericho, Gavrila, Keyzia, serta Netanya dari SMAN 3 Palangka Raya memilih penelitian mengangkat bajakah hatue, tanaman legendaris Dayak, sebagai bahan dasar produk analeptik untuk menangkal risiko kanker payudara dan kanker kelenjar getah bening.

Mereka menelusuri literatur, melakukan ekstraksi, hingga menyusun formulasi yang tepat. Kekayaan bioaktif dalam bajakah hatue menjadi daya tarik utama riset ini. “Interaksi dengan peserta dari berbagai negara membuka wawasan kami tentang pentingnya inovasi berbasis potensi lokal,” ungkap mereka.  “Kami ingin menunjukkan bahwa tanaman dari tanah kita memiliki nilai ilmiah yang dapat bersaing di dunia internasional,” tuturnya.

Tim ketiga, Wynona, Christy, Hillary, Devita, Puttri, dan Beatrix, menggarap tanaman lokal lain: Sandoricum koetjape atau koetjape. Dari kulit batangnya, mereka mengembangkan San Koetjape Cortex Tea, teh herbal yang ditujukan untuk membantu mengurangi gejala wasir.

Riset ini berangkat dari pengamatan terhadap kebutuhan masyarakat akan solusi herbal yang aman, alami, dan mudah diakses. Hasil kerja mereka menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu harus kompleks. Yang penting adalah memahami kebutuhan dan potensi yang ada. “Kami ingin mengangkat nilai tanaman lokal yang selama ini kurang dimanfaatkan, agar masyarakat tahu bahwa banyak solusi ada di sekitar kita,” tutur Wynona.

Ketiga tim ini merasakan atmosfer internasional sejak hari pertama tiba di Bali. Para peserta dari berbagai negara membawa karya yang beragam. Mulai dari teknologi hingga sains kehidupan. “Kami belajar mempresentasikan penelitian dengan percaya diri dan berdiskusi dalam bahasa Inggris,” kenang Wynona.  “Pengalaman ini membuka wawasan bahwa dunia penelitian sangat luas dan penuh peluang,” jelasnya.

Tim Crisnatha juga merasakan pengalaman serupa. “Kami mendapat umpan balik yang sangat berguna dari juri dan peserta lain. Semua itu membuat kami semakin termotivasi untuk melanjutkan riset kami ke tahap berikutnya,” imbuhnya.

Kepala SMAN 2 Palangka Raya Rifani tak mampu menyembunyikan rasa harunya. “Kami Keluarga Besar SMAN 2 Palangka Raya sangat bangga, bahagia, dan terharu atas prestasi para peserta didik kami yang meraih gold medal di ISIF 2025. Mereka telah mengharumkan nama sekolah, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, bahkan Indonesia. Semua ini tidak lepas dari ikhtiar, perjuangan, dan pengorbanan dari seluruh tim,” ujarnya.

Ia juga menegaskan peran para guru dan orang tua. “Terima kasih kepada guru pembimbing dan orang tua siswa yang mendukung secara materi dan moril. Tanpa mereka, prestasi ini tidak mungkin terwujud,” tambahnya.

Dari SMAN 3 Palangka Raya, Kepala Sekolah Yenihayati menyampaikan kebanggaan mendalam atas kontribusi Beatrix dan Netanya. “Kami sangat bersyukur dan bangga atas prestasi luar biasa yang telah diukir siswa terbaik kami. Medali ini bukan hanya kebanggaan pribadi, tetapi hadiah berharga bagi seluruh komunitas sekolah serta inspirasi bagi siswa lainnya,” bebernya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras, dedikasi, dan bimbingan guru-guru yang sepenuh hati.

Prestasi ini juga mendapat perhatian Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Muhammad Reza Prabowo. “Atas nama Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah, saya menyampaikan selamat dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para siswa, kepala sekolah, guru pembimbing, serta orang tua atas lahirnya tiga gold medal di ISIF 2025,” ucapnya.

Ia menekankan bahwa keberhasilan ini selaras dengan komitmen pemerintah provinsi di bawah kepemimpinan Gubernur Agustiar Sabran untuk memperkuat budaya riset. “Prestasi ini bukti bahwa peserta didik Kalteng mampu bersaing di level global. Semoga ini menjadi pemantik bagi sekolah lain untuk terus melahirkan karya ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat,” ucapnya.

Prestasi tiga medali emas ini meneguhkan keyakinan bahwa kekuatan inovasi tidak harus dicari jauh-jauh. Terkadang, jawabannya ada pada daun hoya di pekarangan, bajakah dari hutan, atau kulit batang koetjape yang selama ini terabaikan.

Di tangan para remaja ini, tanaman biasa berubah menjadi produk solutif. Di tangan mereka juga, masa depan inovasi Indonesia tengah bertumbuh, pelan namun pasti dari akar-akar lokal yang menyimpan cerita, potensi, dan harapan. (ifa/ens)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *