Dari Olimpiade Bahasa Jerman Regional Kalteng 2025
Aula Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Palangka Raya mendadak bergemuruh ketika panitia mengumumkan lima nama peserta terbaik Olimpiade Bahasa Jerman Regional Kalimantan Tengah tahun 2025.
SITI NUR MARIFA, Palangka Raya
TEPUK tangan meriah mengiringi pengumuman itu. Namun satu fakta membuat suasana semakin pecah, seluruh pemenang berasal dari sekolah yang sama. Yaitu SMA Negeri 3 Palangka Raya.
Bagi banyak orang yang hadir, momen tersebut bukan sekadar pengumuman hasil lomba, melainkan perayaan kerja keras, semangat belajar, dan solidaritas luar biasa dari lima siswa yang selama berminggu-minggu berlatih mempersiapkan diri.
Di barisan depan ruangan, Louise Rachelia Tubalawony–siswi kelas XI, tak mampu menyembunyikan rasa haru ketika namanya disebut sebagai juara 1. Dengan wajah yang masih memerah menahan emosi, ia tersenyum lebar. “Saya tidak pernah menyangka akan berdiri di sini sebagai juara pertama. Yang saya lakukan hanyalah mencoba memberikan yang terbaik,” ujarnya pelan, Rabu (12/11/2025).
Alfredo Obie Kieran, siswa kelas X yang meraih juara 2, menjadi pusat perhatian karena usianya yang lebih muda dibanding para finalis lainnya. “Saya baru mulai mendalami bahasa Jerman, tapi justru itu yang membuat saya bersemangat. Saya ingin belajar lebih banyak,” katanya tersenyum malu.
Katherine Allusia Handra (kelas XI), yang menempati posisi juara 3, mengaku bahwa minatnya pada budaya Jerman membuat proses belajar menjadi menyenangkan. “Saya suka mencari tahu tentang kebiasaan orang Jerman. Dari situ saya belajar banyak kosa kata dengan cara yang natural,” ungkapnya.
Di posisi 4, Annaqueen Lyonica Prada (kelas X) tampak berkali-kali menutup wajahnya, seolah masih tak percaya. “Awalnya saya hanya ingin mencoba. Tapi ternyata proses ini membawa saya lebih jauh dari yang saya bayangkan,” katanya penuh haru.
Sementara itu, Desi (kelas XI), juara 5, menatap sertifikat yang ia pegang dengan rasa bangga. “Ini bukan hanya kemenangan, tapi pembuka jalan untuk mimpi saya melanjutkan studi ke Jerman,” ujarnya mantap.
Sebelum kompetisi dimulai, para peserta mendapatkan suntikan motivasi dari Plt Kepala BTIKP Apni Ranti, yang hadir mewakili Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Muhammad Reza Prabowo.
Dalam sambutannya, dia menekankan pentingnya kemampuan berbahasa asing di era globalisasi yang bergerak cepat. “Sebagai warga negara global, kita perlu menguasai bahasa asing agar mampu mencapai visi kita, lestarikan bahasa daerah, utamakan Bahasa Indonesia, dan kuasai bahasa asing,” tegasnya.
Apni juga mengingatkan empat kompetensi utama abad 21 yang harus dimiliki generasi muda: communication, collaboration, critical thinking, dan creative thinking. Menurutnya, bahasa adalah inti dari komunikasi, dan penguasaan bahasa Jerman adalah pintu untuk memahami dunia lebih luas.
“Ketika ananda mempelajari budaya bangsa lain, maka ananda akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih toleran,” tambahnya.
Dia berharap agar para peserta menjadikan lomba ini sebagai pengalaman berharga yang dapat memperkaya diri, bukan sekadar ajang mengejar kemenangan.
Sambutan berikutnya datang dari Ketua Panitia Apip Purnomo, yang memaparkan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah dan Goethe-Institut Indonesia.
Dalam laporannya, Apip mengatakan, “Melalui kegiatan ini, akan dipilih dua peserta terbaik yang akan mewakili Kalimantan Tengah pada Olimpiade Bahasa Jerman tingkat nasional di Jakarta”.
Namun lebih dari itu, ia menegaskan bahwa Bahasa Jerman bukan hanya tentang kompetisi. “Ini bukan sekadar lomba mencari siapa yang terbaik, tetapi momentum untuk berproses. Semoga seluruh peserta mengikuti kegiatan ini dengan penuh semangat dan menjunjung tinggi sportivitas,” ungkapnya.
Kata-kata ini tampaknya menjadi energi tambahan bagi para peserta, termasuk lima siswa SMAN 3 Palangka Raya yang akhirnya membuktikan diri sebagai yang terbaik.
Guru pembina Bahasa Jerman di SMAN 3 Palangka Raya mengakui bahwa apa yang diraih kelima siswa tersebut bukanlah hasil kerja individu semata. Mereka berlatih bersama, berdiskusi bersama, dan saling memotivasi ketika salah satu di antara mereka merasa kesulitan.
“Kekuatan mereka ada pada kerja sama. Mereka tidak hanya belajar untuk diri sendiri, tapi membantu teman-teman satu tim untuk maju bersama,” ujar guru pembina bangga.
Semangat itulah yang akhirnya membawa mereka berdiri berdampingan di panggung kemenangan.
Ketika nama Louise, Alfredo, Katherine, Annaqueen, dan Desi diumumkan berturut-turut sebagai peraih peringkat satu hingga lima, sorak sorai terdengar hingga ke luar aula. Para guru memeluk mereka, teman-teman seangkatan memotret momen itu.
Lima juara ini bukan hanya membawa piala pulang ke sekolah. Mereka membawa cerita tentang semangat, keberanian, dan perjalanan panjang yang baru saja dimulai. (ifa/ens)












