PALANGKA RAYA – Dari total anggaran sebesar Rp 80 miliar yang dialokasikan untuk program REDD+ Kalimantan Tengah (Kalteng), hingga saat ini baru sekitar Rp 11 miliar yang berhasil direalisasikan.
Kondisi ini, menjadi sorotan dalam Rapat Koordinasi Pokja REDD+ Provinsi Kalteng yang berlangsung selama tiga hari, 13 sampai 15 November 2025.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng, sekaligus Ketua Harian Pokja REDD+ Kalteng, Joni Harta menegaskan, pentingnya penguatan kolaborasi internal agar realisasi program dapat berjalan optimal.
Ia menjelaskan, Pokja REDD+ merupakan bagian dari Pemerintah Provinsi yang beranggotakan Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Bapperida dan Dinas Perkebunan. Keempat OPD ini bekerja sebagai satu tim dalam menyalurkan dana Results-Based Payment (RBP).
Penyaluran dana tersebut turut didampingi lembaga perantara (lemtara) yang dipercaya pemerintah, yaitu Yayasan Penabulu berperan sebagai lembaga penjamin kelayakan penerimaan dana RBP.
“Sangat penting bagi masing-masing dinas untuk mempersiapkan output yang dapat disatukan dalam Pokja, demi mendukung percepatan pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pengelolaan area berkeanekaragaman hayati tinggi,” ujar Joni Harta.
Ia juga menambahkan, keterpaduan kerja lintas dinas akan membuka peluang pengembangan lebih lanjut, termasuk kemungkinan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) untuk mendukung pengelolaan program REDD+.
“Jika ke depan ada jaminan dari hutan sosial, hutan adat dan lainnya, peluang besar, seperti pembentukan BLU akan semakin terbuka,” imbuhnya.
Menyikapi rendahnya realisasi anggaran, Joni menegaskan, perlunya memperkuat pondasi tim Pokja.
“Kekompakan dan kebersamaan menjadi kunci agar Pokja REDD+ bisa berkembang lebih baik lagi,” tutupnya. (ifa/abe)












