Untuk Menetapkan Tersangka Kasus Zirkon PT IM
PALANGKA RAYA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) bersiap menetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penjualan dan ekspor mineral zirkon, ilmenite, dan rutil, yang melibatkan PT Investasi Mandiri (IM). Langkah ini akan dilakukan setelah nantinya menerima hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Aspidsus Kejati Kalteng Wahyudi Eko Husodo mengatakan, hasil audit tersebut menjadi dasar penting bagi penyidik untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam proses hukum.
“Zirkon sejauh ini kita masih dalam tahap penyidikan. Kita sudah melakukan ekspos dengan BPKP, dan berharap hasilnya segera keluar. Setelah itu, tentu kita tindak lanjuti untuk penetapan tersangka,” ungkapnya, beberapa waktu lalu.
Wahyudi menegaskan, penyidik terus memperdalam pemeriksaan serta memperkuat alat bukti agar proses penetapan tersangka berjalan sesuai prosedur hukum. “Kita sabar, semua berdasarkan bukti dan hasil audit kerugian negara. Begitu hasilnya keluar, tentu akan ada langkah tegas dari penyidik,” ucapnya.
Penyidik Kejati Kalteng telah memanggil sekitar 45 saksi, termasuk pimpinan PT IM dan sejumlah perusahaan rekanan yang diduga terlibat dalam rantai distribusi mineral.
Selain itu, penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap pabrik pengelolaan zirkon milik PT IM di Tumbang Ampas, Kecamatan Mihing Raya, Kabupaten Gunung Mas. Penggeledahan juga dilakukan pada Kantor CV Dayak Lestari di Jalan Mangku Rambang I, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya. Dari situ, penyidik mengamankan satu unit kendaraan roda empat dan sejumlah dokumen penting yang berkaitan dengan perkara yang dimaksud.
Kasus bermula dari dugaan penyimpangan dalam penerbitan persetujuan RKAB oleh Dinas ESDM Kalteng. Dokumen tersebut digunakan PT IM untuk menjual hasil tambang seolah berasal dari wilayah izin resmi perusahaan.
Dari hasil penyelidikan, perusahaan tersebut melalui CV Dayak Lestari dan pemasok lainnya justru membeli dan menampung hasil tambang rakyat di beberapa desa di Kabupaten Katingan dan Kapuas.
Akibat aktivitas itu, negara dirugikan hingga Rp 1,3 triliun karena penyalahgunaan dokumen RKAB. Selain mengusut unsur korupsi, penyidik juga menelusuri adanya kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus tersebut. (ter/ens)












