Feature

Perpustakaan Terus Berinovasi di Tengah Zaman Serba Digital

116
×

Perpustakaan Terus Berinovasi di Tengah Zaman Serba Digital

Sebarkan artikel ini
MEMBACA BUKU : Para pelajar saat membaca buku di Lantai 2 Perpustakaan Daerah Kotawaringin Timur, beberapa waktu lalu. APRI/RADAR KALTENG

Dari Sekolah ke Rak Buku, Gerakan Literasi yang Terjaga di Kotim

Di sebuah sudut tenang di Jalan Jenderal Sudirman Km 5.5, Sampit, berdiri sebuah gedung dua lantai yang setiap harinya diserbu anak-anak sekolah. Gedung itu bernama Perpustakaan Daerah Kotawaringin Timur (Kotim), tempat dimana perjuangan daerah dalam menanamkan benih literasi, di tengah zaman yang serba digital dan cepat

SINDY APRIANSYAH, Sampit

SETIAP hari kerja, rombongan pelajar dari berbagai sekolah bergantian memenuhi ruangan. Mereka datang bukan untuk bermain gim atau menonton film, melainkan membaca buku. Ada yang duduk lesehan sambil membuka buku bergambar hewan, ada yang serius membaca ensiklopedia, dan ada pula yang sibuk menulis catatan kecil di pojok baca anak.

”Kami memang jadwalkan kunjungan sekolah setiap minggu. Tujuannya agar perpustakaan tidak hanya ramai sesekali, tapi terus aktif dan berkelanjutan,” kata Luci Dian Andayani, Kepala Bidang Layanan Pengolahan dan Pengembangan Perpustakaan, Minggu (2/11/2025).

Sistem kunjungan terjadwal itu bukan sekadar administrasi. Di baliknya ada niat besar dari pemerintah daerah dalam memastikan anak-anak Kotim tumbuh dengan kebiasaan membaca.

“Kalau tanpa jadwal, kadang perpustakaan penuh di satu hari, lalu kosong berhari-hari. Dengan sistem ini, kami bisa menyeimbangkan kunjungan dan memberi pengalaman terbaik bagi setiap kelompok,” ujarnya.

Luci bercerita, perpustakaan kini menjadi tempat yang dinanti banyak sekolah. Guru-guru menjadikannya bagian dari kegiatan belajar luar kelas. Anak-anak datang dengan rasa penasaran dan pulang membawa cerita baru. “Kami ingin mereka merasa bahwa membaca itu menyenangkan, bukan tugas. Karena dari situ semangat literasi tumbuh,” tambahnya.

Koleksi buku sebanyak 39.000 di perpustakaan daerah pun dikelola dengan rapi sesuai usia pembaca. Lantai dasar diisi dengan buku anak-anak, cerita bergambar, dan dongeng Nusantara. Sementara lantai atas memuat referensi pelajaran, literatur umum, hingga bahan riset. “Ruangnya kami bagi agar anak-anak nyaman. Kami ingin setiap pengunjung merasa tempat ini milik mereka,” ujar Luci.

Namun di balik suasana hangat itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kotim juga tengah bekerja keras meningkatkan Indeks Pembangunan Layanan Perpustakaan Masyarakat (IPRM), sebuah ukuran penting dalam akreditasi layanan literasi. “IPRM ini bukan sekadar angka, tapi cerminan dari seberapa jauh perpustakaan berperan dalam membangun budaya baca masyarakat,” jelasnya.

Tak hanya menunggu pengunjung datang, perpustakaan juga aktif menjemput bola. Melalui kegiatan pustaka keliling, lomba menulis, hingga kunjungan dongeng ke sekolah-sekolah, semangat literasi terus digerakkan. Setiap langkah kecil, kata Luci, adalah upaya menumbuhkan cinta baca sejak dini.

“Anak-anak yang hari ini membaca buku, kelak akan tumbuh menjadi generasi yang berpikir kritis. Itulah investasi jangka panjang kami,” ujarnya penuh keyakinan.

Kini, di tengah derasnya arus informasi digital, perpustakaan daerah Kotim tetap menjadi ruang yang hangat. Tempat di mana anak-anak bisa memegang buku, mencium aroma kertas, dan merasakan keajaiban dari setiap halaman.

Dan mungkin, di antara mereka yang duduk khusyuk membaca itu, ada calon penulis, ilmuwan, atau pemimpin masa depan yang semuanya berawal dari satu hal sederhana, yakni sebuah buku dan rasa ingin tahu. (pri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *