PALANGKA RAYA – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Leonard S. Ampung menyoroti, paradoks pembangunan ekonomi di Kalteng yang mengalami pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) signifikan, namun berdampak pada kerusakan lingkungan.
Dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi, Leonard mengingatkan bahwa peningkatan ekonomi yang berfokus pada sektor ekstraktif, seperti pertambangan dan perkebunan tidak boleh mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan.
Menurut Leonard, selama ini Kalteng mengandalkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan serta pertambangan sebagai tulang punggung perekonomian yang menyumbang PDRB signifikan. Namun, aktivitas ekstraktif tersebut sering kali menyebabkan degradasi lingkungan dan biaya pemulihan yang besar menjadi beban daerah.
“Kita boleh bangga dengan pertumbuhan ekonomi, tapi apa artinya jika lingkungan kita justru rusak? Biaya pemulihan lingkungan dan mitigasi dampak menjadi tanggung jawab daerah, sementara pendapatan dari Dana Bagi Hasil sering ditahan oleh pusat,” ujar Leonard, baru-baru ini.
Kalteng mendapat mandat sebagai Lumbung Pangan Nasional sekaligus Pusat Konservasi Internasional, dengan target penurunan emisi gas rumah kaca dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang ketat. Leonard menegaskan bahwa pembangunan ekonomi harus berjalan beriringan dengan upaya menjaga lingkungan.
“Kita dituntut untuk menurunkan emisi, menjaga keanekaragaman hayati, dan mencapai net zero emission pada 2060. Tapi bagaimana kita bisa memenuhi target itu jika sektor utama kita masih berbenturan dengan lingkungan?” tuturnya.
Sekda menyoroti risiko trade-off antara aktivitas ekonomi ekstraktif dan kelestarian lingkungan yang sulit dihindari. Ia mengajak semua pihak untuk mencari solusi agar Kalteng bisa menjadi contoh pembangunan berkelanjutan.
“Apakah mungkin kita menggenjot produksi pertanian dan industri tanpa merusak lingkungan? Ini pertanyaan besar yang harus kita jawab bersama,” kata Leonard.
Leonard juga menekankan pentingnya mendorong hilirisasi dan pengembangan industri manufaktur yang ramah lingkungan sebagai jalan keluar dari ketergantungan sektor ekstraktif. Dengan nilai tambah yang lebih tinggi dan teknologi bersih, diharapkan ekonomi daerah tetap tumbuh tanpa mengorbankan kelestarian alam.
Di akhir sambutannya, Leonard mengingatkan bahwa pertumbuhan PDRB harus dibarengi dengan kualitas pembangunan yang tidak merusak lingkungan, demi kesejahteraan jangka panjang masyarakat.
“PDRB boleh tumbuh, tapi jangan sampai lingkungan kita tumbang. Itulah esensi pembangunan berkelanjutan yang harus kita capai,” pungkasnya. (ifa/abe)












