Pendaftaran Tes Kemampuan Akademik (TKA) khusus untuk tingkat SMA/Madrasah Aliyah (MA) dan SMK/MAK telah berakhir pada Minggu (5/10). Kini para siswa bersiap menghadapi tes tersebut.
TKA itu dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Plt Kepala Pusat Asesmen Pendidikan Kemendikdasmen Rahmawati menjelaskan, TKA merupakan terobosan baru untuk mengukur capaian belajar siswa berdasarkan kurikulum secara objektif.
“Tes kemampuan akademik ini dilakukan dengan instrumen dan mekanisme yang terstandar, sehingga hasilnya bisa diperbandingkan antar-siswa. Lebih penting lagi ini membantu siswa memahami potensi akademiknya, apa yang sudah dikuasai, dan apa yang perlu diperbaiki,” ujar Rahmawati di Jakarta, Selasa (7/10).
Menurut Rahmawati, penyelenggaraan TKA melibatkan kerja sama dengan dinas pendidikan provinsi maupun kantor wilayah kementerian agama (Kemenag). Meski baru pertama kali digelar, pengalaman Kemendikdasmen dalam pelaksanaan asesmen nasional dinilai cukup menjadi bekal.
“Harapannya, siswa mengikuti TKA ini dengan penuh semangat dan menjunjung tinggi kejujuran serta integritas. Dengan begitu, hasil yang diperoleh benar-benar berkualitas,” kata Rahmawati.
Pakar Pendidikan Doni Koesoema Albertus mengakui TKA sebagai terobosan positif. Menurut dia, berbeda dengan ujian nasional yang bersifat wajib. TKA bersifat sukarela sehingga memberi ruang bagi siswa untuk memilih.
“Ini hal baru, karena sebelumnya ujian model standar seperti UN diwajibkan. Sekarang siswa bisa memilih untuk ikut atau tidak. Itu menghargai hak anak agar tidak merasa terpaksa,” kata Doni.
Meski begitu, dia menekankan pentingnya persetujuan siswa ketika mengikuti tes yang berskala nasional. “Kalau ada orang tua, guru, atau kepala dinas yang memaksa siswa ikut, itu keliru. Tes ini sebaiknya diposisikan seperti cek kesehatan gratis, yang bermanfaat untuk mengetahui kondisi diri,” ujarnya.
Doni menilai TKA dapat mendorong semangat belajar siswa. “Setiap ujian pada akhirnya membuat anak belajar. Memang hasil tes standar tidak bisa menggambarkan keseluruhan diri anak, tetapi tetap berguna untuk kepentingan tertentu, misalnya pemetaan kemampuan akademik,” terangnya.
SUMBER : JAWA.POS












