- Batara Penerima Alokasi Tertinggi, Lamandau Terendah
- Wagub Ikut Protes Pemangkasan TKD ke Kemenkeu
PALANGKA RAYA – Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dan seluruh kabupaten/kota di wilayahnya dipastikan menerima total Dana Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Transfer Umum (DTU) Rp 12,45 triliun pada tahun anggaran 2026. Angka ini terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 2,64 triliun dan Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai Rp 9,80 triliun.
Pemerintah Provinsi Kalteng menjadi penerima terbesar dengan total dana Rp1,86 triliun, yang terdiri atas DBH Rp614,37 miliar dan DAU Rp1,24 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai program strategis, termasuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan percepatan ekonomi daerah.
Di tingkat kabupaten, Barito Utara (Batara) menjadi penerima alokasi tertinggi dengan total dana Rp1,37 triliun, disusul Kabupaten Kapuas Rp1,12 triliun, dan Murung Raya Rp1,10 triliun. Ketiga daerah tersebut mendapat porsi signifikan berkat kontribusi sektor sumber daya alam dan kebutuhan pemerataan pembangunan wilayah.
Sementara itu, Kabupaten Kotawaringin Timur memperoleh alokasi Rp 999,37 miliar, diikuti Katingan Rp 740,49 miliar, dan Barito Selatan Rp 639,67 miliar. Untuk perkotaan, Palangka Raya menerima total dana Rp 593,57 miliar, terdiri atas DBH Rp 48,53 miliar dan DAU Rp 545,04 miliar. Sedangkan kabupaten dengan alokasi terendah adalah Pulang Pisau dengan total Rp 499,30 miliar serta Lamandau Rp 492,69 miliar.
Secara keseluruhan, penyaluran DTU 2026 diharapkan mampu memperkuat kemandirian fiskal daerah dan mempercepat pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kalimantan Tengah.
Sementara itu, gelombang protes muncul dari sejumlah kepala daerah menyusul kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran TKD. Pada Selasa (7/10/2025), sejumlah gubernur dari berbagai provinsi mendatangi Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta untuk menyampaikan keberatan mereka. Salah satu yang hadir adalah Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo.
Penurunan signifikan pada alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi sorotan utama dalam pertemuan tersebut.
Edy Pratowo memaparkan kondisi terkini terkait alokasi DAU untuk Kalteng pada tahun anggaran 2025. Menurutnya, awalnya DAU Kalteng ditetapkan Rp 1,6 triliun, namun setelah dilakukan efisiensi dan penyesuaian oleh pemerintah pusat, jumlah tersebut menyusut.
“DAU murni kita untuk tahun 2025 itu awalnya Rp 1,6 triliun. Tapi setelah ada perubahan dan efisiensi dari pusat, sekarang kita terima sekitar Rp 1,2 triliun lebih,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Edy menjelaskan, DAU tidak sepenuhnya bisa digunakan secara fleksibel oleh pemerintah daerah, karena sebagian besar komponen penggunaannya telah ditentukan pusat. Salah satunya adalah belanja pegawai.
“DAU itu komponen penggunaannya banyak. Salah satunya untuk belanja pegawai. Itu porsinya besar. Tidak semua bisa digunakan fleksibel oleh daerah,” tambahnya.
Edy menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan fiskal nasional. Terutama untuk menjamin keadilan fiskal antardaerah. Menurut dia, tren penurunan dana transfer pusat sangat terasa di wilayah Kalimantan.
“Kami mencatat Kalteng mengalami penurunan hingga 45 persen. Kalimantan Selatan 46 persen, dan Kalimantan Timur bahkan sampai 73 persen. Ini tentu memengaruhi ruang fiskal daerah,” tegasnya.
Edy juga menyinggung ketimpangan dalam pembagian DBH. Ia mencontohkan Kalimantan Timur, salah satu provinsi penghasil sumber daya alam (SDA) yang hanya menerima DBH sekitar Rp 10 miliar. Jumlah yang dinilai tidak sebanding dengan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
“Ini bukan soal menyalahkan, tapi soal keadilan. Kami ingin kontribusi daerah juga tercermin dalam alokasi dana yang adil,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal yang hadir dalam rapat menjelaskan skema baru alokasi dana merupakan implementasi dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU HKPD). Reformasi fiskal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas penggunaan dana publik.
Wagub menyatakan dukungannya terhadap langkah reformasi tersebut. Namun tetap menekankan bahwa kebijakan fiskal nasional harus mempertimbangkan realitas dan tantangan di daerah.
“Kami sepakat bahwa dana publik harus segera menggerakkan ekonomi. Jangan sampai terlalu lama tertahan di pusat. Kami mendukung penuh evaluasi yang rencananya akan dilakukan pada triwulan pertama tahun 2026,” katanya.
Mantan bupati Pulang Pisau itu menekankan pentingnya sinergi antara pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan fiskal yang adil dan responsif. “Sinkronisasi kebijakan menjadi kunci. Dengan dialog terbuka dan evaluasi yang objektif, saya yakin kita bisa merumuskan kebijakan fiskal yang lebih berimbang,” akui Edy Pratowo. (ifa/ens)












