Hukum KriminalUtama

Kencan di Aplikasi LGBT, Seorang Mahasiswa Diperas

253
×

Kencan di Aplikasi LGBT, Seorang Mahasiswa Diperas

Sebarkan artikel ini
Kencan di Aplikasi LGBT, Seorang Mahasiswa Diperas

PALANGKA RAYA – Seorang mahasiswa di Kota Palangka Raya berusia 22 tahun mendapat pengalaman tak mengenakkan setelah berkenalan dengan seorang pria melalui aplikasi khusus komunitas LGBT.

Mahasiswa tersebut diancam akan disebarkan chat mesumnya karena membatalkan perjanjian kencan atau booking out (BO).

Kejadian bermula saat korban berkenalan dengan pelaku melalui aplikasi LGBT tersebut dan mulai bertukar pesan terkait preferensi seksual hingga membahas tarif BO.

Namun, setelah banyak bertanya, korban memutuskan untuk membatalkan rencana pertemuan, yang membuat pelaku marah.

Tak terima, pelaku lantas mengancam akan menyebarkan isi percakapan mesum mereka ke teman-teman korban dan lingkungan kampusnya. Pelaku juga menuntut uang ganti rugi sebesar Rp1 juta dengan ancaman akan memviralkan percakapan tersebut jika permintaan tidak dipenuhi.

Merasa terpojok dan takut aibnya terbongkar, korban akhirnya mentransfer uang tersebut. Namun, keesokan harinya pelaku kembali menghubungi korban dan meminta tambahan uang Rp 500 ribu dengan ancaman yang sama.

Tak tahan dengan tekanan tersebut, korban akhirnya memberanikan diri untuk mengadukan kejadian itu kepada Ketua Virtual Police Kalteng Ipda Shamsudin atau yang akrab disapa Cak Sam, guna mencari jalan keluar.

Menyikapi laporan itu, Cak Sam segera menghubungi pelaku dan memberikan peringatan tegas.

Ia menjelaskan, tindakan menyebarkan isi percakapan pribadi yang mengandung unsur pornografi serta memeras korban merupakan perbuatan yang melanggar hukum. “Perbuatan seperti ini bisa dikenakan pasal berlapis, mulai dari UU ITE hingga UU pornografi dan pemerasan. Kami beri peringatan keras agar tidak mengulangi lagi,” ujar Cak Sam.

Pelaku akhirnya mengurungkan niatnya dan menghapus seluruh percakapan mesum tersebut. Ia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan mengakhiri tindakan intimidatif terhadap korban.

Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan aplikasi pertemanan, serta pentingnya melapor kepada pihak berwajib jika menjadi korban pemerasan atau ancaman serupa. (rdo/ens)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *