Kisah Mahasiswa ULM Angkat Skizofrenia ke Layar Lebar Mini
Bayangkan jika bisikan gaib dan bayangan tak kasat mata bukan sekadar bumbu film horor, melainkan kenyataan pahit yang dialami seseorang dalam kesehariannya. Inilah yang coba dituturkan sekelompok mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, lewat film pendek berjudul Episodic.
SINDY APRIANSYAH, Sampit
FILM yang mereka produksi bukan sekadar tontonan menyeramkan. Episodic adalah karya yang lahir dari penelitian kasus nyata di Kalimantan Selatan, mengangkat persoalan skizofrenia dengan delusi keagamaan. Lewat medium horor, film ini ingin membuka mata masyarakat bahwa gangguan mental bukan sekadar “kerasukan” atau “ulah makhluk halus”, melainkan kondisi medis yang nyata.
Salah satu sosok di balik karya ini adalah Muhammad Rasyid Ridha, mahasiswa asal Kotawaringin Timur (Kotim). Bersama tiga rekannya M Gilang Syahrial Putra, Nur’Aulia Maisyarah, dan Nabila Regita Putri Mustaf. Mereka bertanding di Divisi Video Digital Pendidikan (VDP), salah satu kategori bergengsi di ajang Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) 2025 tingkat nasional.
“Tujuan film ini adalah untuk mengedukasi dengan berbasis budaya bisa menjadi jembatan untuk mengurangi stigma dan memperkuat dukungan sosial,” tutur Ridha saat dihubungi, Sabtu (13/9/2025).
Dalam Episodic, penonton diajak mengikuti kisah seorang tokoh yang mengalami skizofrenia. Tokoh ini melihat, mendengar, bahkan merasakan kehadiran makhluk gaib dalam hidupnya. Rasa takut yang ia alami mendorongnya mencari pertolongan, termasuk menemui seorang dukun dan melakukan ritual Balampah. Namun, alih-alih sembuh, delusi yang ia alami justru semakin parah, hingga membuat resah masyarakat sekitar.
Bagi tim pembuatnya, Episodic bukan sekadar karya untuk lomba, tetapi juga sarana kampanye agar publik lebih memahami skizofrenia. Apalagi, stigma dan salah kaprah masih kerap melingkupi penderita gangguan mental, membuat mereka terkadang dijauhi atau bahkan dianggap sebagai “orang aneh”.
Kini, film berdurasi pendek itu bisa ditonton secara bebas melalui YouTube. Tim berharap, para pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat umum tidak hanya menontonnya sebagai hiburan, melainkan juga merenungkan pesan penting di balik kisahnya.
“Kami harapkan film ini bisa membuat masyarakat paham bahwa gangguan mental bisa menimpa siapa saja, dan dukungan sosial adalah kunci agar penderita tidak berjalan sendirian dalam episodic hidup mereka,” tutupnya. (pri/ens)