Sebelum Helikopter Bermuatan 8 Orang Hilang Kontak di Tanah Bumbu
PALANGKA RAYA – Warga Kampung Tuyan, Desa Gunung Raya, Kecamatan Mentewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, mengaku sempat melihat helikopter tipe BK117 D3 terbang rendah beberapa ratus meter di sekitarnya.
Helikopter itu terlihat mengeluarkan asap hingga meledak dan jatuh di Gunung Mandin, Desa Mandin Damar.
Warga Kampung Tuyan, Panamon dan Rosidi di Desa Gunung Raya mengatakan, helikopter itu jatuh pada Senin (1/9/2025) sekitar pukul 09.00-10.00 Wita.
“Setiap hari kami berladang di sini. Kemarin pun kami melihat saat berladang, helikopternya saat terbang rendah sudah mengeluarkan asap putih dan terdengar bunyi ledakan di Gunung Mandin Damar,” kata Panamon dilansir Antara, Rabu (3/9/2025).
Dia menyebutkan, helikopter yang jatuh itu berwarna hijau kebiruan. Persis seperti ciri-ciri helikopter yang dikabarkan hilang kontak. Setelah meledak di Gunung Mandin Damar, lalu hilang jejak di lembah yang diapit dua gunung itu. “Setelah itu, kami sudah tidak lihat lagi. Helikopternya sudah hilang,” ungkap Panamon.
Saat ini, tim SAR gabungan dari Banjarmasin, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat setempat, melakukan pencarian di kawasan itu dengan membagi tim melalui jalur udara dan darat.
Tim dari Basarnas Palangka Raya pun turut membantu upaya pencarian helikopter yang membawa 6 penumpang dan 2 orang kru tersebut.
Tim Search and Rescue (SAR) gabungan dari unsur udara dan darat mengatakan, karakteristik hutan belantara dengan rimbun sangat lebat menyulitkan proses pencarian helikopter.
Kepala Kantor SAR Banjarmasin I Putu Sudayana di Banjarbaru, Selasa (2/9/2025) malam mengatakan, operasi hari kedua sementara berakhir pukul 18.00 WITA.
“Ciri hutannya itu kalau objek jatuh dari atas, objeknya langsung tertutup. Hutan belantara banyak pohon besar, tumbuhan rapat, rimbunan langsung menutup setiap objek yang jatuh dari atas,” ungkapnya.
Tantangan kedua, menurut Putu, adalah cuaca di kawasan hutan itu berubah-ubah setiap saat. Tidak bisa diprediksi dalam waktu yang lama. “Faktor cuaca menjadi penghambat utama bagi SAR udara,” kata Putu.
Menurut dia, sejak pukul 14.00 WITA, terjadi hujan lebat yang berisiko terhadap keselamatan tim SAR, khususnya yang dari udara.
Sehingga satu Search and Rescue Unit (SRU) udara beroperasi hanya pada pukul 07.50-11.30 WITA menggunakan helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Hasilnya masih nihil. Belum ada perkembangan tanda ditemukan target. Dari SRU darat yang melakukan operasi pencarian berjalan mulai pukul 07.00-18.00 WITA, juga belum menemukan tanda-tanda pasti serpihan maupun fisik helikopter yang hilang di titik koordinat pencarian yang sebelumnya sudah dipetakan.
Meski belum membuahkan hasil, Putu menegaskan bahwa seluruh unsur SAR di lapangan yang terlibat telah berusaha semaksimal mungkin. Bahkan SRU darat telah mengcover titik terakhir helikopter melalui flight radar yang didapatkan dari pusat.
Seperti diberitakan sebelumnya, helikopter jenis BK117-D3 kode registrasi PK-RGH milik operator Eastindo Air dilaporkan hilang kontak saat terbang dari Bandara Gusti Syamsir Alam, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, menuju Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (1/9/2025).
Helikopter lepas landas dari Kotabaru pukul 07.46 WIB dan dijadwalkan tiba di Bandara Tjilik Riwut pukul 09.15 WIB. Kontak terakhir dengan menara pengawas tercatat pukul 07.54 WIB atau sekitar 10 menit setelah lepas landas di posisi 10 nautical mile dari Kotabaru. Tercatat helikopter berada di ketinggian 3.000 kaki.
Menurut laporan awal AirNav Banjarmasin, titik hilang kontak berada di sekitar Air Terjun Mandin Damar, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, dengan koordinat 3°06’54.58″ S – 115°41’21.62″ E.
Seluruh penumpang dan kru yang berjumlah delapan orang itu masih berstatus dalam pencarian (DP). Tiga penumpang diantaranya adalah warga negara asing (WNA). Identitas mereka yakni Capt Haryanto, Eng Hendra, Mark Werren (Amerika), Yudi Febrian, Andys Rissa Pasulu, Santha Kumar (India), Claudine Quito (Brasil), dan Iboy Irfan Rosa. (rdo/ens)