PALANGKA RAYA – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Bambang Irawan menyambut baik, rencana pemerintah untuk melegalkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi menekan praktik pertambangan ilegal. Namun, ia menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam penentuan lokasi WPR.
“Akan lebih enak, WPR itu berdasarkan usulan dari masyarakat daripada pemerintah yang memploting (memetakan) sendiri,” ucapnya, Kamis (28/8/2025).
Bambang menjelaskan, penentuan lokasi tambang oleh pemerintah berpotensi tidak efektif karena belum tentu sesuai dengan potensi wilayah dan minat masyarakat. Ia mencontohkan, penetapan suatu kawasan sebagai WPR tidak menjamin masyarakat bersedia menambang di sana.
“Misalnya pemerintah memploting di daerah Kereng Pangi itu WPR, enggak semua orang mau ke situ. Belum tentu di situ ada emas. Mereka belum tentu semuanya akan ke situ. Tetap akan ada sporadis kok, penambangan itu pasti akan sporadis,” lugasnya.
Menurut Bambang, mekanisme yang lebih efektif adalah dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan lahan bersertifikat yang berpotensi mengandung emas kepada pemerintah kabupaten atau provinsi. Pemerintah kemudian menetapkan syarat dan ketentuan, seperti kewajiban membayar pajak dan melakukan reklamasi pasca tambang.
“Misalnya saya lah yang harus mengajukan izin WPR, bukan pemerintah yang turun mendata itu. Nanti dari situ pemerintah memberikan syarat prasyaratnya. Misalnya pajaknya sekian dan harus melakukan reklamasi,” ungkapnya.
Dengan cara ini, pemerintah tetap dapat memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan melalui pajak, sementara keberlanjutan lingkungan tetap terjaga melalui kewajiban reklamasi.
“Menurut saya lebih efektif begitu daripada pemerintah menentukan WPR A, B, C. Agar tidak sporadis, kita suruh masyarakat mengurus legalitas kawasan lahan mereka kelola sehingga mendapatkan PAD. Pasca mereka selesai memanfaatkan, ada kewajiban reklamasi,” jelasnya.
Bambang menilai, WPR dapat menjadi solusi yang efektif jika penentuannya berbasis pada usulan masyarakat, bukan berdasarkan keputusan pemerintah. Meski demikian, ia menekankan perlunya pembatasan maksimal terhadap luas WPR yang dapat diusulkan.
“Iya, kalau penentuan kawasan WPR adalah masyarakat. Kalau pemerintah tidak bisa. Tapi mungkin dengan konsep WPR masyarakat yang mengajukan bisa. Tapi harus punya batasan maksimal WPR yang diusulkan,” pungkasnya. (rdi/rdo)