Utama

Isu Mafia Tanah Seret Nama Pejabat

117
×

Isu Mafia Tanah Seret Nama Pejabat

Sebarkan artikel ini
MAFIA TANAH: Ilustrasi oknum pelaku mafia tanah dibuat menggunakan AI. FOTO: PROPERTI RADAR KALTENG by PE

PALANGKA RAYA – Praktik mafia tanah kembali menjadi sorotan publik di Kota Palangka Raya. Sejumlah warga menuding adanya penguasaan lahan tidak wajar di Kelurahan Kalampangan yang menyeret nama Hadi Suwandoyo, mantan Lurah Kalampangan yang kini menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Palangka Raya.

Ketua Kalteng Watch, Men Gumpul, menilai kasus ini bukan sekadar sengketa lahan biasa.

“Indikasinya sudah masuk kategori mafia tanah. Ada konflik kepentingan yang harus diusut,” tegasnya, Sabtu (16/8/2025).

Meski bantahan telah dilontarkan, isu ini semakin memanaskan perbincangan soal mafia tanah di Kalteng. Kalteng Watch menegaskan aparat penegak hukum harus berani mengusut tuntas, termasuk jika melibatkan pejabat.

Sengketa lahan di Kalampangan sendiri disebut pernah sampai ke Mahkamah Agung dengan putusan inkracht. Namun, mencuatnya kembali kasus serupa menimbulkan dugaan adanya praktik mafia tanah yang belum tuntas diberantas.

“Ini menyangkut keadilan bagi masyarakat. Mafia tanah tidak boleh dibiarkan karena bisa merusak sendi-sendi kehidupan rakyat kecil,” kata Men Gumpul.

Informasi yang beredar menyebut Hadi telah dipanggil penyidik Polda Kalteng terkait tumpang tindih Surat Pernyataan Tanah (SPT). Ia dituding menguasai hingga 850 hektare lahan saat masih menjabat lurah.

Namun, Hadi membantah keras tuduhan tersebut. Menurutnya, lahan itu milik delapan kelompok tani, bukan milik pribadi.

“Tidak mungkin saya menguasai 850 hektare secara pribadi. Itu lahan kelompok tani, bukan milik saya,” ujarnya.

Kuasa hukumnya, Guruh Dwi Eka Saputra, menyebut tuduhan itu sebagai fitnah dan pencemaran nama baik.

“Pemberitaan yang menyebut klien kami mafia tanah tidak berdasarkan fakta, hoaks, dan tendensius,” tegasnya.

Sorotan juga datang dari praktisi hukum, Parlin B Hutabarat. Ia menilai dugaan penguasaan ratusan hektare lahan oleh mantan lurah sangat tidak wajar dan berpotensi terkait penyalahgunaan wewenang.

“Apabila benar terjadi, jelas patut segera diselidiki. Ini rawan muncul akibat penyalahgunaan jabatan,” ujarnya.

Menurut Parlin, isu yang sudah menyebar di masyarakat tidak boleh dibiarkan menjadi opini liar. Pemeriksaan resmi harus dilakukan agar publik tidak terjebak spekulasi.

“Kalau ada bukti awal, maka wajib diproses. Sengketa agraria di Indonesia sering muncul karena keterlibatan pejabat dalam administrasi pertanahan,” tegasnya.

Sementara itu, Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin menegaskan, Pemko saat ini memprioritaskan penyelesaian persoalan batas wilayah secara administratif dan legal, sebelum menindaklanjuti isu lain termasuk dugaan penguasaan lahan.

Ia mengingatkan, Surat Keterangan Tanah (SKT) tidak memiliki kekuatan hukum sekuat sertifikat tanah yang diterbitkan BPN.

“Terkait kepemilikan, SKT berbeda dengan sertifikat. SKT tidak sekuat sertifikat, sehingga persoalan ini harus dilihat hati-hati,” katanya.

Fairid menambahkan, jika benar ada aset yang dipermasalahkan, maka harus tercatat dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Bila ditemukan ketidakwajaran, pihak terkait akan menindaklanjuti.

Meski begitu, ia menekankan pemerintah tidak ingin terjebak opini. Fokus utama adalah penyelesaian batas wilayah, terutama di Kelurahan Sabaru dan Sabangau yang masih belum memiliki kejelasan hukum.

“Perhatian utama pemerintah saat ini adalah memantapkan batas wilayah agar ada kepastian hukum. Kalau ada pelanggaran terkait kepemilikan lahan, tentu akan diproses sesuai aturan,” ujarnya, Rabu (20/8).

Menurutnya, penetapan tapal batas saat ini pun belum tentu benar sehingga butuh verifikasi mendalam. Sengketa batas wilayah kerap berimbas pada persoalan kepemilikan tanah. Karena itu, masyarakat diimbau memahami perbedaan antara SKT dan sertifikat agar tidak menimbulkan polemik baru.

“Pemantapan batas wilayah sangat penting untuk menghindari sengketa di kemudian hari,” tutup Fairid. (rdo/cen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *