PALANGKA RAYA – Lambannya progres sertifikasi aset tanah milik pemerintah daerah di Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi sorotan utama dalam Rapat Koordinasi dan Pemantauan Tindak Lanjut Penertiban Aset Barang Milik Daerah (BMD) digelar di Ruang Rapat Bajakah, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (12/8/2025).
Dalam rapat tersebut terungkap, bahwa dari target 1.427 bidang tanah yang harus disertifikasi pada tahun 2025, hingga pertengahan Agustus ini baru 381 bidang atau sekitar 27 persen yang tercapai.
Ironisnya, beberapa daerah seperti Kota Palangka Raya, Barito Timur dan Lamandau tercatat masih belum melakukan sertifikasi sama sekali.
Kepala Kanwil ATR/BPN Kalteng, Fitriayani Hasibuan menegaskan, perlunya langkah cepat dan koordinasi yang lebih intensif dari para kepala kantor pertanahan di daerah. Ia bahkan menyarankan agar koordinasi dilakukan langsung dengan kepala daerah.
“Perubahan objek sertifikasi hanya bisa dilakukan hingga akhir Agustus 2025. Jadi waktu kita terbatas dan semua pihak harus lebih aktif,” ujarnya.
Kondisi ini menjadi perhatian serius, mengingat aset tanah merupakan komponen vital dalam tata kelola keuangan daerah dan rentan terhadap sengketa serta penyalahgunaan jika tidak tertib secara hukum dan administrasi.
Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Kalteng, Sunarti, menyatakan pentingnya membangun sinergi antarinstansi guna menyelesaikan berbagai persoalan aset daerah, terutama dalam konteks pencegahan korupsi.
“Pengamanan aset tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Butuh keterlibatan seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, BPN, hingga lembaga pengawas seperti KPK,” kata Sunarti dalam sambutannya.
Dia menekankan, tiga pendekatan yang harus dilakukan untuk pengamanan aset, yaitu pendekatan administratif, fisik dan hukum. Diantaranya termasuk pencatatan aset, pemasangan tanda batas, hingga penerbitan sertifikat melalui BPN.
Rapat koordinasi ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan BMD, yang selama ini menjadi salah satu sektor rawan dalam tata kelola pemerintahan daerah. (ifa/abe)