NANGA BULIK – Gelombang protes internal mengguncang Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Sepakat Behaum Bakuba (SBB) di Kabupaten Lamandau.
Para anggotanya mendesak Pemerintah Kabupaten Lamandau melalui Bupati Rizky Aditya Putra mencabut Surat Keputusan (SK) Bupati tahun 2022 yang menjadi dasar legalitas kepengurusan saat ini.
Tuntutan ini muncul karena anggotanya menilai para pengurus kelompok tani itu gagal menjalankan mandat organisasi, tidak transparan dalam pengelolaan, dan mengabaikan hak-hak anggota.
Beberapa anggota bahkan menuding pengurus bertindak layaknya “pemilik tunggal” atas sumber daya yang seharusnya dikelola bersama.
“SK bupati itu harus dicabut. Selama ini pengurus hanya memanfaatkan kedudukan, sementara anggota tidak tahu apa-apa soal laporan keuangan, kegiatan, dan hasil kerja. Seolah-olah pengelolaan kebun (kelapa sawit) seperti milik pribadi,” tegas Ariyani, salah satu anggota Gapoktanhut SBB, Selasa (12/8/2025).
Ariyani menyebut, pihaknya telah berulang kali mengirimkan surat kepada pengurus untuk meminta laporan pengelolaan kebun kelapa sawit seluas 3.021 hektare secara terbuka kepada seluruh anggota. Namun hingga kini, belum ada tanggapan positif.
Hal serupa disampaikan Eddyansyah, anggota lainnya. Ia khawatir jika masalah ini dibiarkan, berpotensi memicu konflik antaranggota di kemudian hari.
“Keinginan anggota jelas pengurus saat ini diganti dan SK yang ditandatangani bupati pada 2022 dicabut. Sesuai AD/ART, pelanggarannya sudah jelas. Kami minta ketegasan pemda dan aparat supaya ini bisa segera selesai,” ujarnya.
Berdasarkan SK Bupati Lamandau Nomor 188.46/124/IV/HUK/2022, struktur kepengurusan Gapoktanhut SBB terdiri dari Aprina Maya Rosilawaty (ketua), Muslim (sekretaris), dan Sri Winarsih sebagai bendahara. (han/ens)