DPRD Palangka Raya

Dewan Soroti Pembersihan Drainase di Palangka Raya 

95
×

Dewan Soroti Pembersihan Drainase di Palangka Raya 

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi II DPRD Palangka Raya, Tantawi Jauhari.
Anggota Komisi II DPRD Palangka Raya, Tantawi Jauhari.

PALANGKA RAYA – Penataan saluran air di kawasan Pasar Besar, Jalan Jawa, Kota Palangka Raya, melalui kegiatan penertiban dan pembersihan drainase beberapa waktu lalu, menjadi perhatian dari kalangan legislatif.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya, Tantawi Jauhari menilai, langkah tersebut perlu dijalankan dengan teliti dan berlandaskan aturan.

Dirinya, mendukung upaya pemerintah dalam menata infrastruktur drainase. Namun, Tantawi menegaskan bahwa pelaksanaannya harus mengacu pada ketentuan Peraturan Daerah (Perda) dan memperhatikan aspek sosial di lapangan.

Kemudian ia juga menegaskan, bahwa Perda mengenai drainase sudah dengan jelas mengatur soal boleh atau tidaknya penutupan saluran, terutama pada saat pendirian ruko atau rumah. 

Dalam regulasi tersebut, sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur mekanisme perizinan apabila ada pihak yang ingin menutup drainase.

“Kalau rumah atau ruko itu sudah berdiri sejak 10 tahun lalu, perda tetap berlaku, tapi pendekatannya harus melalui pembicaraan. Berbeda kalau bangunannya baru atau masih dalam tahap perencanaan, maka proses IMB-nya wajib mengacu ke perda,” ucap Tantawi (21/5).

Lebih lanjut, menurutnya jika pembangunan telah dilakukan, sedang dilakukan, atau telah selesai dibangun dan IMB sudah keluar, diduga adanya kekeliruan dalam penerbitamnya. 

“Maka dari itu, proses tersebut yang harus dibenahi. Lemahnya pengawasan terhadap perizinan yang menjadi celah dalam praktik pembangunan di lapangan,” tegasnya. 

Legislator Partai Gerindra tersebut, mengingatkan pentingnya rehabilitasi saluran, khususnya jaringan primer dan sekunder. Menurutnya, pembangunan saja tidak cukup tanpa pengawasan dan pemeliharaan berkelanjutan.

”Jadi proyek drainase boleh saja dilakukan, tapi fungsionalisasinya juga harus jadi pertimbangan matang, baik dari sisi ekologi dan lainnya,” tuturnya.

Tantawi kemudian mengimbau agar dalam proses penertiban, pemerintah mengutamakan pendekatan persuasif jika terjadi penolakan dari warga atau pelaku usaha.

“Kalau ada masyarakat yang menolak, sebaiknya dibicarakan dengan baik,” ungkapnya. (ter*/abe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *